Skip to main content

#Beropini 2 Membuka Jalan Individualisme dengan Cara-Cara Formalitas di Segala Lini Kehidupan

Membuka Jalan Individualisme dengan Cara-Cara Formalitas
di Segala Lini Kehidupan




Assalamu'alaikum wr..wb..

Selamat Pagi Genk!

Sungguh pagi yang cerah dan sangat dingin
Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmatnya sehingga saya dapat menuangkan pikiran saya dalam tulisan ini sambil menikmati pemandangan pesawahan di belakang rumah yang indah nan sejuk. Dengan segala aktivitas para petani di sawah tersebut.


Baik Genk!

Kali saya akan membahas mengenai permasalah yang terjadi pada lingkungan saya dan mungkin juga lingkungan teman-teman semua yaitu tentang formalitas. Hal ini begitu mengganggu pikiran saya sehingga menurut saya baik untuk saya tuangkan dalam tulisan dan membagikan kepada teman-teman semua dengan harapan kita dapat menemukan jawaban dan solusi atas beberapa permasalahan ini. 


Sebelum itu kita mulai dari pengertian apa itu Formalitas dan apa itu Individualisme yang merupakan dua garis besar pembahasan kita kali ini. Karena dalam pembahasan ini erat kaitannya dengan Masa awal -> Masa Peruabahan -> Masa Individualis
Formalitas adalah tata cara atau peraturan semata atau bisa juga disebut suatu kebiasaan. (Pengertianmenurutparaahli.com)  


Individualis adalah Orang yang tetap mempertahankan kepribadian dan kebebasan diri. Dan orang yang menjadi penganut Individualisme adalah orang yang mementingkan diri sendiri atau orang egois. (KBBI)


Naah...Kita sudah mendapat pengertiannya dan mari kita ulas permasalahan-permasalahan formalitas
dalam beberapa bidang berikut ini.

1. Sistem Sosial



Manusia adalah Zoon Politicon (pelajaran anak SD) artinya manusia adalah makhluk sosial. Sebagai seorang makhluk sosial kita tidak bisa lepas dari sistem masyarakat, karena kita hidup dan berinteraksi di dalamnya. Namun dalam tatanan masyarakat pasti ada sistem sosial yang baik dan sistem sosial yang kurang baik. Semua tergantung pada beberapa faktor terutama tingkat pendidikan manusia dalam suatu masyarakat, letak geografis suatu masyarakat, agama dan nilai-nilai kebudayaan. 


Namun, dengan berkembangnya zaman sistem dalam masyarakat bisa saja berubah antara menjadi lebih baik atau sebaliknya. Pada umumnya yang paling cepat berubah adalah masyrakat kota, karena di kota semua serba dinamis dan mobile dalam segala lini.
Hal yang wajar apabila terjadi pada masyarakat kota. Lalu bagaimana dengan masyarakat desa? Meski tidak sedinamis dan semobile masyarakat kota namun masyrakat desa pun akan berubah seiring perubahan zaman. Pada masa saat ini (masa perubahan) banyak dari tiap-tiap individu dalam suatu masyarakat bersikap formal terhadap hal-hal atau kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama. Mereka hanya hadir namun tidak mendapat manfaat dan esensi dari kegiatan tersebut. Yang biasanya ditandai dengan interaksi yang kurang dan rasa kebersamaan yang hilang.
Contoh saja dalam kegiatan gotong royong, yang ditekankan adalah kehadiran bukan soal kebermanfaatan atau nilai-nilai yang terlandung di dalamnya. Hanya datang, sedikit interaksi bahkan kemungkinan tidak berinteraksi sama sekali, kemudian mengerjakan sesuatu yang bisa dikerjakan, jika tidak ada maka rasa bosan mulai datang lalu meninggalkan begitu saja.




Banyak teori-teori tentang perubahan sosial yang disampaikan baik oleh Karl Max, Weber, maupun ahli yang lain-lainnya bahwa zaman memang akan berubah dan itu adalah hal yang pasti. Maka masyarakat harus mampu mengimbangi perubahan itu dengan dinamis dan mobile. Namun, apakah karena kita mobile dan dinamis akan membuat kita kehilangan rasa kebersamaan dalam suatu masyarakat? Semuanya adalah pilihan dan manusia bebas untuk memilih.
Antara kedinamisan dan memelihara nilai-nilai dalam sistem sosial bukanlah yang bersifat air dan minyak yang tidak dapat bersatu. Kita dapat memilih keduanya sekaligus atau mau mempertahankan salah satunya. Jika pilihan kita jatuh pada bergerak dinamis dan mobile lalu melupakan nilai-nilai dalam tatanan sosial maka ini akan mendorong seseorang menjadi individualis. 









2. Sistem Pendidikan




Sudah berapa umur teman-teman semua sekarang? Sudah berapa tahun mengenyam pendidikan? Teman-teman termasuk tamatan SD, SMP SMA, atau PTN/PTS? Dan sudah menjadi apa hari ini?  

Dilansir dari Tribunnews.com Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan 50% penduduk Indonesia berpendidikan SD dan tidak tamat SD. Hanya ada 5% sarjana dari keseluruhan penduduk Indonesia, belum lagi yang 5% tersebut dibagi dengan sarjana lulusan ruko (artinya perguruan tinggi yang tidak jelas). 


Sebuah fakta yang mencengangkan bagi pendidikan Indonesia yang harus kita hadapi. Negara yang kaya akan segalanya namun tidak dapat memberikan keadilan dan pemerataan dibidang pendidikan. Mungkin teman-teman mulai bertanya apa penyebabnya? Tentu banyak foktor, namun kita kembali ke benag merah pembahasan kita soal formalitas yang menurut saya  juga adalah salah satu dari faktor penyebab buruknya pendidikan di Indonesia. Kualitas guru menjadi sorotan, karena guru yang baik akan mampu mengajar, menginspirasi dan menggerakkan. Namun apabila hanya formalitas semata maka hanya akan sampai pada titik mengajar semata, mengisi daftar hadir kemudian menunggu gaji di akhir bulan. Murid atau siswanya juga tak kalah sama, seolah sekolah menjadi rutinitas harian biasa yang tidak memiliki esensi. Hanya karena formalitas datang ke sekolah, mengisi absen duduk manis di ruang kelas dan pulang dengan tidak mendapat apa-apa. Kira-kira inovasi apa dan cara-cara ajaib apa yang akan kita buat untuk memperbaiki semua permasalahan pendidikan kita?

3. Sistem Agama


Permaslahan yang satu ini begitu pelik, karena berkaitan langsung dengan sang Pencipta. Agama menjadi standar cara kita memandang dan menilai sesuatu agara hal tersebut menjadi baik. Di negara Indonesia beragama adalah suatu keharusan. Sebab kita punya sistem dan nilai-nilai dalam Pancasil dan Undang-Undang kita yang menjadi keharusan kita. Indonesia dengan segala keragamannya memeliki banyak agama, ada yang bersifat adat ada pula yang resmi diakui negara seperti Islam, Hindu, Budha, Protestan, dan Khatolik. 


Agama cendrung sifatnya Doktrin, yang ditanam menjadi sebuah Keimanan. Namun, dengan kemajuan zaman maka manusia mulai mempertanyakan dokrin agama tersebut. Hal ini dapat menyebabkan hal-hal yang bersifat ekstream dan tidak ekstream. Ekstrimnya adalah berpindah agama atau dengan meninggalkan agamanya secara struktural (berhenti beribadah dan tidak mengakui eksistensi Tuhan) singkatnya disebut Atheis. Dan yang tidak ekstream adalah berlaku formalitas terhadap agamanya. Artinya masih mengakui diri sebagai bagian dari agama tersebut, namun ibadah yang dilakukannya hanya sekedar rutinitas tak berarti yang niatnya hanya merasa perlu untuk memenuhi kwajiban agama tanpa mendapatkan esensi dan nilai dari suatu ibadah tersebut. 

4. Kebudayaan dan Adat-Istiadat




Pengertian tentang Kebudayaan dan adat-istiadat yang populer kita pelajari di sekolah adalah Budaya dan adat-istiadat adalah nilai-nilai yang lahir dari buah pikiran masyarakat yang disepakati bersama. Ketika nilai-nilai itu lahir dari buah pikiran masyarakat maka akan ada upaya untuk menjaga dan mempertahankannya. Biasanya diimplementasikan dengan kegitan-kegiatan bersama dalam masyarakat. 


Point keempat ini erat kaitannya dengan point pertama tentang sistem sosial, karena secara langsung sistem sosial erat dengan kebudayaan dan Adat-Istiadat dalam sebuah masyarakat. Perubahan nilai kebudayaan dan adat-istiadat cendrung berubah karena faktor mobilitas masyarakat, faktor ketidak populeran, dan faktor eksternal. 


Faktor mobilitas sosial adalah seperti penjelasan di point nomer satu, perubahan terjadi karena pergerakan masyarakat yang serba mobile dan dinamis beriringan dengan peruahan zaman. Yang kedua adalah ketidak populeran, yang dimana individu kadang merasakan kebuadayaan dan adat-istiadat yang ada dalam tatanan masyarakatnya sudah tidak populer lagi dan tidak relevan dengan perkembangan zaman. Sihingga orang cendrung malu dan malas untuk melakukan kegiatan kebudayaan dan adat istiadat. Dan yang terakhir adalah faktor eksternal.
Faktor eksternal kita sebut saja suatu perang kebudayaan, sebab ada budaya lain dari luar yang mencoba masuk untuk menandingi kebudayaan suatu masyarakat. Hal ini akan menyebabkan nilai-nilai yang dipegang oleh suatu masyarakat mengenai kebudayaannya luntur bahkan hilang. Sehingga merasa kebudayaan yang dimilikinya tidak penting lagi karena dikalahkan oleh budaya orang lain. Perang kebudayaan ini bisa datang dari media sosial, tv, atau dari manusia itu sendiri secara langsung. 


Tindakan yang paling ekstrim yang seseorang lakukan dalam hal ini adalah meninggalkan kebudayaan dan membiarkannya punah. Namun, ada juga yang mengambil tindakan biasa-biasa saja dengan bersikap formalitas, yaitu hadir dalam kegiatan kebudayaan dan adat-istiadat, lalu pulang dengan tidak mendapatkan esensi dari kebudayaan tersebut. Dan yang cendrung terjadi di Indonesia adalah Akulturasi yaitu bercampurnya kebudayaan dengan tidak meninggalkan corak asli dari kebudayaan tersebut. Penting untuk kita semua menyadari permasalahan ini dan mempunyai filter ketika mendapat serangan dari kebudayaan lain. Atau haruskah kita menunggu seseorang membuat gebrakan dalam sistem kebudayaan dan adat-istiadat agar kebudayaan dan adat-istiadat tetap bertahan dalam tantangan perubahan zaman?

5. Sistem Organisasi


Apakah anda tipe orang yang suka berorganisasi? Organisasi apapun itu, baik bentuk, sifat dan tujuannya tapi mari kita bersepakat bahwa yang namanya organisasi itu sangat penting baik yang lingkupnya besar maupun yang kecil.
Segala-galanya berawal dari organisasi (kata anak BEM). Well, percaya atau tidak tergantung pada diri kita masing-masing.















Organisasi biasanya menjadi sangat berarti apabila kita mampu memberikan peran dan pengaruh di dalamnya. Hal seperti itulah yang orang cari dalam suatu organisasi untuk mudah mendapat penghargaan dan pengakuan dari orang lain. Tapi bagaimana dengan orang-orang yang ikut organisasi tapi tidak mendapatkan hal-hal yang saya sebutkan di atas.
Masalah yang namanya formalitas pun mulai terjadi dan bermunculan. Orang hanya datang terlihat hadir dan meramaikan namun tidak mendapat manfaat atau tidak memberi pengaruh di dalamnya. Sebuah formalitas hanya ada untuk aturan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terutama rasa bosan, tidak sepemikiran, tidak ada kemajuan, atau terlalu bersifat formal. sehinga semuanya hanya omong kosong dan tidak berarti lagi.





Sampai disitu dulu pembahan di artikel/blog kali ini. Pilihan ada pada diri kita sendiri, apakah ingin bertahan pada nilai-nilai yang sudah ada atau justru berubah menjadi orang yang individulis. Akan sangat menarik untuk membahas secara mendalam lima sistem yang saya paparkan pada kesempatan kali ini. In syaa Allah kita akan mendalaminya di tulisan-tulisan saya selanjutnya.


Sekian dan Terima kasih Genk!

Wassalam..

#JanganLupa_Bahagia

Comments

Popular posts from this blog

#Beropini 3 Menjadi Islam, Indonesia, dan Manusia

Menjadi Islam, Indonesia, dan Manusia Hallo Genk! Kembali beropini lagi! Kali ini bakalan mengulik atau mencoba membahas soal bagaimana kita di Negara tercinta Indonesia ini bisa menjadi Islam, Indonesia, dan Manusia. Opini ini berangkat dari keresahan pribadi sejak 2019 memasuki pertengahan dan panas dengan soal-soal yang berbau politik, mengenai politik identitas, dan lain sebagainya. Sebenarnya politik identitas itu bukan hal baru dan diseluruh dunia bahkan berlaku. Terutama di abad pertengahan di Eropa kaum gereja sangat menguasai pada saat itu,dan sekarang diungkit-ungkit di Indonesia bahwa politik identitas adalah hal yang baru. Bagi saya politik identitas sah-sah saja, sebab memang orang memilih berdasarkan sikap masing-masing. Orang yang basicly hidup di lingkungan yang kental dengan agamanya cendrung memilih berdasarkan keyakinan pada agama, sementara orang yang hidup di lingkungan perkotaan yang heterogen cendrung memilih pada rasionalitas atau kesamaan visi...

Aku dan Agma ini

Aku dan Agama ini Hehe.. Inilah waktu yang tepat untuk menulis dan mengisi kekosongan disaat merebakknya virus corona atau yang populer kita sebuat dengan nama Covid-19. Back to Topic Sebenarnya terlalu dini untuk menulis tentang perjalanan ini, tapi begitulah mau nulis soal Ekonomi, Politik, dll kayaknya belum tepat di situasi ini! Atau memang mungkin ilmunya yg kurang...! Dan lagi, pengennya nulis tentang ini di masa tua gitu, biar bisa dibaca anak muda, terus jadi inspirasi gitu. tapi ya sudahlah! anggap saja ini Part 1 Lahir dan besar di desa yang kecil bernama Mertak Tombok adalah bukan pilihan saya geng, Takdir Allah swt. Dan punya masyarakat yang sangat konservatif dan cinta banget sama agamanya juga bukan pilihan saya.  Seperti orang pada umumnya, TK 2 tahun, SD 6 tahun, SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun. Dan sekarang tumbuh besar dan mencoba menggapai dunia dengan pikiran.  Waktu SMP sempat bermasalah dengan nilai UN sehingga me...

#Beropini 5 Best of Prophet Muhammad SAW - 1 (Nabi bermain bertahan seperti Atletico Madrid hari ini)

Best of Prophet Muhammad SAW - 1 (Nabi bermain bertahan seperti Atletico Madrid hari ini) Ini sangat penting untuk ditulis, sebab dapat mengingatkan kita dan terlebih menyadarkan kita atas sikap orang Islam saat ini yang cendrung Offensive/menyerang dalam menyikapi suatu isu atau opini yang berada di Publik.  Tapi bukan orang islam sepenuhnya, tapi sebagian yang sangat menyerang ketika ada isu, terutama di sosial media.  Sebut saja kasus Toa masjid, orang yang bawa anjing ke masjid, kasus Ahok, dll.  (Tulisan ini bukan untuk membuat orang islam seperti lemah atau saya membela orang-orang yang saya sebut  dalam kasus, melainkan dengan niat ingin membuat kita berpikir ulang tentang cara kita berpikir dan bertindak dalam menyelesaikan masalah). Oke, itu sebagai pengantar saja, agar tidak ada kesalah pahaman diantara kita! Jika kita membaca sejarah awal Islam tepatnya ketika Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi, begitu banyak cobaan d...